Kabar5.id, Banten – Provinsi Banten menghadapi masalah serius terkait kerusakan lingkungan. Berdasarkan data resmi Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung tahun 2022, tercatat 179.547 hektar lahan di Banten masuk kategori kritis dan sangat kritis. Angka ini tersebar di tujuh kabupaten/kota dengan sebaran terbanyak di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang.
Secara rinci, dari total 179.547 hektar, seluas 141.988 hektar dikategorikan sangat kritis, sementara 55.549 hektar masuk kategori kritis. Wilayah yang memiliki lahan sangat kritis terbesar adalah Lebak (110.095 hektar), Pandeglang (19.759 hektar), dan Kabupaten Serang (9.895 hektar).
Sedangkan untuk kategori kritis, tersebar di Lebak (22.707 hektar), Pandeglang (24.481 hektar), dan Kabupaten Serang (6.662 hektar).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Banten, Wawan Gunawan, membenarkan data tersebut. “Betul angka lahan sangat kritis dan kritis yang ada di kami itu data resmi BPDAS Citarum-Ciliwung tahun 2022,” katanya, Senin (5/5).
Wawan menjelaskan, lahan kritis terbanyak berada di wilayah selatan Banten. Kondisi ini bahkan telah menjadi perhatian masyarakat adat Baduy yang menyampaikan kekhawatiran mereka kepada Gubernur Banten, Andra Soni, dan Wakil Gubernur Dimyati Natakusumah saat acara Seba Besar.
“Bapak Gubernur Banten melalui DLHK merespons serius peringatan adat dari masyarakat Baduy mengenai kerusakan 53 titik gunung dan bukit di wilayah Kabupaten Lebak dan Pandeglang. Bapak Andra Soni telah memberikan arahan kepada DLHK agar memperkuat langkah-langkah perlindungan dan pemulihan lingkungan, khususnya dalam konteks reboisasi lahan kritis dan pengendalian kerusakan ekosistem,” ungkap Wawan.
Dalam pandangan masyarakat Baduy, istilah “gunung” mencakup kawasan bukit, hutan adat, sumber mata air, dan lokasi sakral yang menjadi bagian dari sistem ekologis dan spiritual mereka. Beberapa kawasan yang dimaksud antara lain Gunung Kendeng, Gunung Liman, Gunung Aseupan, serta sejumlah bukit di daerah Cibeo, Cikapol, dan Cikartawana.
“Kami sangat mengapresiasi peringatan dari masyarakat Baduy sebagai sebuah environmental awareness yang harus jadi atensi kita semua,” imbuh Wawan.
Kerusakan lahan ini telah menimbulkan dampak nyata, seperti banjir bandang di Lebak tahun 2020 yang merusak lebih dari 1.400 rumah, 30 jembatan, dan 19 sekolah. “Dari perspektif lingkungan hidup, kerusakan kawasan gunung berdampak pada menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan, terganggunya keseimbangan siklus air dan karbon, hilangnya keanekaragaman hayati, serta meningkatnya risiko bencana iklim seperti banjir, longsor, dan kekeringan,” terang Wawan.
DLHK Banten pun telah memetakan langkah-langkah strategis. “Pertama, menetapkan kawasan prioritas rehabilitasi lahan berbasis data lahan kritis. Kedua, mendorong pemulihan sempadan sungai dan wilayah tangkapan air (catchment area). Ketiga, memperkuat kemitraan dengan masyarakat adat dan organisasi lokal dalam perlindungan kawasan konservasi. Keempat, meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal seperti perambahan hutan dan tambang tak berizin,” ujarnya.
Senada, Sekretaris DLHK Banten, Budi Darma, menyebut pihaknya akan memanfaatkan momentum Gerakan Indonesia Menanam (Gerina) yang dicanangkan Presiden RI, Prabowo Subianto, pada 23 April 2025. “Gerina akan jadi trigger untuk memperluas gerakan pemulihan lahan dan hutan di Banten,” kata Budi.
Dalam waktu dekat, DLHK Banten bersama Kementerian Kehutanan dan pihak swasta akan mencanangkan gerakan pengembangan tanaman energi di Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak, berupa penanaman bibit pohon Akasia dan Eucalyptus Pelita di lahan seluas sekitar 2.700 hektar. “Momen ini selain untuk mendukung penurunan emisi juga dapat dijadikan momentum gerakan penghijauan dalam rangka rehabilitasi lahan kritis di kawasan hutan Provinsi Banten,” pungkas Budi. (Red/02).